Saat krisis global melanda seluruh muka bumi ini dan dibawah kondisi ekonomi yang tidak tentu, pemerintah mengulurkan tangan kepada para pengusaha dan mengusahakan berbagai upayanya. Dalam bulan Februari 2009, tingkat pengangguran telah mencapai 5.75 % dengan jumlah penduduk yang menganggur mencapai 62.4 puluh ribu orang, diikuti pemotongan gaji, PHK, libur tanpa gaji merupakan gambaran saat ini namun sebenarnya dari Oktober 2007 pengangguran telah terjadi dikalangan buruh migran saat Depnaker Pusat memberlakukan program 3K (kotor, susah, bahaya) dengan mendatangkan pekerja dari luar Taiwan. Dalam kondisi seperti sekarang ini makin banyak buruh migran harus menelan kepahitan karena kehilangan pekerjaan dan harus pulang sebelum menghasilkan uang cukup untuk masa depan.
Dua puluh tahun lalu, demi memuaskan keinginan para pengusaha yang meminta pekerja murah, pemerintah membuka peluang kerja baru dengan kondisi dan batas yang paling buruk,misalnya: membatasi ijin tinggal, mengijinkan agency swasta dalam mendatangkan pekerja, tidak bebas ganti majikan, dan tidak diperkenankan membentuk asosiasi pekerja. Saat ini, dibawah kondisi ekonomi dan ancaman krisis global, Depnaker Pusat tak bisa lagi mengatasi pengangguran yang makin memuncak, bahkan berniat mengorbankan buruh migran dengan mengatasnamakan perlindungan kerja terhadap buruh lokal, hal ini telah menjurus pada diskriminasi dengan mengumumkan「kurangi 30.000pekerja asing」dan meminta kepada para majikan untuk ;「mendahulukan PHK terhadap pekerja asing」, mengakibatkan buruh migran berubah menjadi alat dan korban yang dipakai pemerintah untuk menenangkan masyarakat agar terhindar dari kritik dan sorotan publik.
Ironinya adalah saat banyak pekerja dalam kondisi susah karena harus berhadapan dengan tekanan kondisi “libur tanpa gaji”, ada lebih dari 160.000 pekerja rumah tangga karena tidak termasuk dalam perlindungan “hukum tenaga kerja” yang berlaku di Taiwan malah harus bekerja sepanjang tahun tanpa satu harti libur pun. Pekerja asing yang datang memikul hutang agency yang berat harus bekerja tanpa istirahat dan berputar diantara bahaya kehilangan kerja dan memikul hutang berat! Diskriminasi yang berlaku karena kebijakan pemerintah menyebabkan makin murah harga seorang buruh migran, makin tinggi tingkat pengangguran buruh lokal; makin tinggi eksploitasi/pemerasan terhadap buruh migrant, makin tidak ada jaminan bagi buruh lokal.
Sebelum datangnya hari buruh 1 Mei nanti, buruh migran dan buruh lokal yang datang dari seluruh penjuru Taiwan, tanpa peduli negara asal, suku, meminta agar hak dan perlindungan hukum yang setara bisa didapatkan demi mengantisipasi eksploitasi pengusaha dan pemerintah terhadap buruh.
Kami yakin akan kontribusi para buruh migrant terhadap masyarakat Taiwan dan meminta hak dan perlindungan humum sebagai beruikut :
- Menghapuskan batas waktu kerja
- Kebebasan dalam proses ganti majikan
- Mengijinkan pembentukan asosiasi pekerja
- Hilangkan agency swasta; dan adakan direct hiring antar negara
- Bentuk Undang-undang perlindungan untuk para pekerja rumah tangga
Migrants Empowerment Network in Taiwan, MENT:
Scalabrini International Migration Network—Taiwan
Taiwan International Workers’ Association, TIWA
Vietnamese Migrant Workers and Brides Office, VMWBO
Hope Worker Center, HWC
HMISC – Hsinchu Catholic Diocese
UGNAYAN – Migrant and Immigrant Mission
Center for Migrants’ Concerns, Central Taiwan
Stella Maris International Service Center
The Presbyterian Church in Taiwan Labour Concern Cente
Media contact person: Taiwan International Workers’ Association (TIWA)
Hsiu-lien Chen 0939-503-121