” Undang-undang Layanan Ketenagakerjaan” telah berlaku selama 30 tahun

Pernyataan Suara Bersama Kelompok Pekerja Migran
Batalkan Kebijakan untuk Pekerja Migran 30 Tahun yaitu “Anti-Kebebasan”, “Anti-Kesetaraan” dan “Anti-Publik”

Pada akhir 1980-an Taiwan setelah mengalami “keajaiban ekonomi” dalam menghadapi masa transformasi dan peningkatan industri maka biaya tenaga kerja meningkat secara bertahap. Saat itu, banyak modal-modal yang tertarik dengan kebijakan preferensial RRC dan “pergi ke China  barat”, tetapi masih ada modal-modal yang tidak bisa atau terpaksa harus tinggal, tidak dapat bertransformasi atau tidak mau bertransformasi. Mengakibatkan mereka menghadapi masalah kekurangan modal untuk memperkerjakan pekerja dan masalah ini dinamakan  “kurangnya tenaga kerja”, sehingga mendorong pemerintah Taiwan memperkenalkan pekerja migran dari Asia Tenggara untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja sebagai tenaga kerja tambahan.

Pada tanggal 8 Mei 1992, Undang-Undang Layanan Ketenagakerjaan secara resmi diluncurkan, mengesahkan peraturan bagi pekerja asing yang bekerja di Taiwan. Pekerja dibagi  menjadi 2 golongan. Pekerja “warga negara” dan pekerja “orang asing”; pekerja asing itu sendiri  digolongkan lagi menjadi “pekerja migran kerah putih” dan “pekerja migran kerah biru”; dan pekerja migran kerah biru dibagi menjadi pekerja “legal” dan “ilegal”. “Undang-undang Layanan Ketenagakerjaan” menetapkan bahwa pekerja migran kerah biru “tidak boleh pindah majikan”, meletakkan dasar untuk “sistem kerja budak kontemporer”; menetapkan batas masa kerja dan menetapkan status pekerja migran kerah biru sebagai “pekerja tamu”; perekutan dan manajemen pekerja migran dilepas tangan oleh pemerintah, sehingga pihak agensi mempunyai kesempatan monopoli pasaran kerja dan hanya mengutamakan keuntungansaja.

30 tahun telah berlalu, partai politik telah dirotasi 3 kali, dan legislator telah dipilih 9 kali. Pemerintah Taiwan telah berulang kali mencari pengakuan internasional dengan kedok  “melindungi hak asasi manusia.” Pemerintah Taiwan telah menandatangani CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) dan “Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi dan Pelaksanaan Hukum Kovenan Internasional Hak Politik dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya”.  Namun, apa yang disebut “tenaga kerja tambahan” pekerja migran kini telah mencapai hampir 700.000 orang, mereka telah lama menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Taiwan. Mereka adalah kelompok non-warga negara tanpa ada hak politik, tidak pernah bisa menarik perhatian pihak legislator yang memiliki kuasa dan pekerja migran juga tidak pernah diperlakukan dengan adil dan tidak mempunyai hak yang sama.

Selama 30 tahun terakhir, kita dapat dengan jelas melihat bahwa kebijakan untuk pekerja migran  pemerintah Taiwan selalu memiliki “3 Anti” : “Anti-Kebebasan”, “Anti-Kesetaraan”, dan “Anti-Publik”.

Apa itu “Anti-Kebebasan”?

Undang-undang Layanan Ketenagakerjaan dengan jelas mengatur bahwa pekerja migran tidak boleh pindah majikan, memaksa pekerja migran untuk tetap bertahan dalam pekerjaan yang tidak pantas dan  pekerja  kehilangan hak yang paling mendasar sebagai pekerja yaitu kebebasan memilih pekerjaan yang sesuai. Pekerja migran hanya sebagai aksesori majikan. Walaupun majikan terbukti melanggar hukum, jika majikan tetap tidak setuju pekerja migran  pindah majikan maka pekerja migran harus menanggung resiko pengangguran selama hampir setengah tahun, dan malah  imbasnya ke pekerja yang mengadu.

Selama wabah pandemi pada tahun 2021, pemerintah pusat tidak ikut campur tangan ketika pemerintah Kabupaten Miaoli melarang pekerja migran untuk tidak keluar dari pabrik atau mess mereka. Kementerian Tenaga Kerja terlebih dahulu melarang perubahan pekerjaan bagi pekerja migran yang telah memperoleh izin untuk ganti majikan, dan selanjutnya mereka melarang pekerja migran untuk pindah ke sektor lain, mencegah pekerja rumah tangga pindah ke pabrik untuk memperoleh kondisi kerja yang lebih baik. Sekali lagi, kebebasan pekerja migran dibatasi secara tidak adil atas nama pandemi.

Apa itu “Anti-Kesetaraan”?

Meskipun pekerja migran juga pekerja, mereka dibatasi untuk menandatangani “kontrak berjangka” dan ditakdirkan untuk masuk dalam kategori  “pekerjaan yang tidak lazim”. Meskipun kedua-duanya adalah pekerja migran, “pekerja migran kerah putih” dapat bekerja selama yang mereka inginkan dan dijamin hak yang lebih baik untuk bekerja dan hidup (seperti hak berkumpul bersama keluarga); sedangkan “buruh migran kerah  biru”, yang jumlah total tahun kerjanya telah diperpanjang dari 2 tahun menjadi 12 tahun, terus 14 tahun saat ini, pada akhirnya masih harus meninggalkan Taiwan, dan hanya sebagai “pekerja tamu”  yang disediakan untuk melayani kebutuhan majikan mereka.  

Selama 30 tahun terakhir, infromasi hukum yang diberikan pemerintah kepada pekerja migran  sangatlah kurang. Terjemahan undang-undang yang paling mendasar sekalipun, seperti “Undang-undang Layanan Ketenagakerjaan” dan “Undang-undang Standar Perburuhan” tidak disediakan untuk waktu yang lama. Hanya setelah protes dari  organisasi pekerja migran, versi multibahasa tersedia secara bertahap. Sedangkan ketika ada usulan tentang perubahan peraturan tenaga pekerja migran, pemerintah Taiwan tidak pernah menerbitkan draf amandemen multibahasa, apalagi menanyakan langsung pendapat dari pekerja migran. Mereka tidak hanya didefinisikan sebagai “tamu yang pada akhirnya akan pergi”, bahkan setelah mereka berada di Taiwan untuk waktu yang lama mereka masih diperlakukan sebagai kelas kedua.  

Apa itu “Anti-Publik”?   

Pemerintah Taiwan telah mengizinkan agensi swasta untuk memonopoli pasar lowongan kerja pekerja migran. Dalam proses perekrutan yang sangat rumit, agensi memanfaatkan perbedaan dalam bahasa dan akses informasi untuk mendapatkan keuntungan dari kerugian pekerja migran. Sebelum datang ke Taiwan, para pekerja migran telah terjerat hutang dengan “biaya agensi” yang sangat besar dan setelah tiba di Taiwan, mereka harus membayar bulanan “biaya layanan” namun tidak mendapatkan layanan yang sebenarnya. Terlebih lagi, jika mereka ganti majikan, mereka dikenai “biaya pembelian pekerjaan”. Pemerintah telah mengurangi layanan publik. Misalnya, pusat perekrutan langsung  tidak berfungsi secara praktis sebelum pandemi dan pusat layanan ketenagakerjaan di seluruh Taiwan tidak memiliki staff bilingual sampai sekarang, memungkinkan agensi swasta untuk mengeksploitasi pekerja migran yang paling kurang mampu. Pemerintah melalaikan tanggung jawabnya untuk menjamin keselamatan tenaga kerja lintas negara melalui apa yang disebut “mekanisme pasar”, sehingga majikan dan pekerja migran yang ingin menghindari eksploitasi agensi  yang mencari keuntungan tidak memiliki layanan publik yang sesuai atau memadai yang dapat mereka gunakan.

Selain itu, pada zaman 1990-an, Taiwan tidak ada sistem “Perawatan Jangka Panjang”, oleh karena itu membuka lapangan kepada keluarga individu untuk merekrut PRT migran , dan melemparkan tanggung jawab “Perawatan Jangka Panjang” ke setiap keluarga, masalah dan topik publik “diindividuasikan”. Selain dari itu,  PRT migran jatuh ke dalam situasi perburuhan tanpa perlindungan hukum, setiap saat menghadapi 24 jam waktu kerja, tidak ada hak untuk libur dan upah di bawah UMR. Dalam lingkungan kerja yang buruk, mereka menanggung 30% dari kebutuhan perawatan jangka panjang Taiwan. Perawatan Jangka Panjang mulai diterapkan dari “Perawatan Jangka Panjang Sepuluh Tahun” ke “Perawatan Jangka Panjang 2.0”, tetapi selalu mengabaikan kenyataan bahwa lebih dari 200.000 PRT migran masih bekerja di keluarga individu.

Selama 30 tahun ini, “Anti-Kebebasan”, “Anti-Kesetaraan” dan “Anti-Publik” adalah poros utama tentang kebijakkan pekerja migran. Setiap kali membahas reformasi hak-hak pekerja migran, itu pasti lambatnya seperti langkah sapi; sebaliknya, sistem yang terkait dengan kebutuhan majikan, akan cepat diloloskan, bahkan terkadang dalam bentuk menekan hak-hak pekerja migran.

Pada tahun 2016, untuk memecahkan masalah periode kosong majikan, pekerja migran berulang kali di eksploitasi, Yuan Legislatif telah menghapuskan aturan bahwa pekerja migran 3 tahun harus ke luar Taiwan 1 hari. Kelihatannya menciptakan “kemenangan dua belah pihak majikan dan pekerja”, tetapi berikutnya muncul masalah bahwa pekerja migran dikenakan “biaya beli job” yang ilegal, pemerintah Taiwan tidak bersuara dan tidak berniat untuk menyelesaikan masalah ini.

Pada tahun 2019, untuk mengurangi biaya majikan merekrut pekerja nelayan, pemerintah Taiwan mengabaikan masalah upah lembur, waktu istirahat dan akomodasi yang jelas dilindungi oleh Undang-undang Standar Perburuhan tetapi tidak dilaksanakan sama sekali. Namun melalui perintah administratif,  nelayan dimasukkan dalam sistem akuntabilitas 84-1. Semakin memburuknya jam kerja, waktu istirahat dan masalah lain para pekerja nelayan.

Tahun lalu, karena masalah epidemi “kurangnya tenaga kerja”, demi kepentingan majikan PRT, Kementerian Tenaga Kerja buru-buru merevisi langkah-langkah untuk “mengepung” PRT migran yang ingin pindah ke pabrik. Tahun ini, Eksekutif Yuan dalam waktu yang singkat membuat rencana tentang “Relokasi dan Retensi Pekerja Migran Jangka Panjang”. Sama juga karena majikan mengalami tekanan kekurangan tenaga kerja, pemerintah mengabaikan procedur demokratis dan langsung meloloskan revisi tersebut. Kelihatan “Retensi Pekerja Migran Jangka Panjang” ada manfaatnya bagi pekerja migran, tetapi masih melanjutkan poros “Anti-Kebebasan”, “Anti-Kesetaraan” dan “Anti-Publik”, misalnya: aplikasi untuk menjadi “Pekerja Teknis Menengah” harus diajukan oleh majikan; “Pekerja Teknis Menengah” tetap tidak diizinkan untuk secara bebas pindah majikan; Agensi swasta masih tetap memiliki kedudukannya; PRT migran yang dipekerjakan oleh keluarga individu bahkan jika mereka menjadi “Pekerja Teknis Menengah”, juga tidak memiliki hak untuk menerima gaji sesuai UMR Taiwan.

Selama 30 tahun terakhir, banyak organisasi pekerja migran yang didirikan berdasarkan berbagai ide. Kami melayani pekerja migran dari sudut pandang yang berbeda, mencari dan mencoba memecahkan segala macam masalah yang dihadapi pekerja migran di Taiwan. Kami juga telah berbicara dan berkampanye dengan cara yang berbeda, bertujuan untuk masyarakat Taiwan yang memperlakukan pekerja migran secara lebih setara dan dengan rasa hormat. Menjelang peringatan 30 tahun “Undang-Undang Layanan Ketenagakerjaan”, kami pikir sudah waktunya untuk memberikan tinjauan umum tentang kebijakan pekerja migran, yang tetap berada dalam kondisi terbelakang yang sama seperti 30 tahun yang lalu.

Setelah 30 tahun penerapan “Undang-Undang Layanan Ketenagakerjaan”, kami pikir sudah waktunya untuk memeriksa sistem pekerja migran secara menyeluruh. Secara khusus, harus direformasi dari tiga dimensi berikut:

  1. Buruh harus memiliki kebebasan: pekerja migran harus berhak atas pemindahan majikan secara bebas. Kami menentang arah kebijakan yang memperlakukan pekerja migran sebagai aksesori majikan.
  2. Persamaan hak: pekerja migran harus diberikan informasi dan layanan multibahasa.  Perlakuan berbeda terhadap pekerja “kerah putih” dan “kerah biru” harus dihilangkan.
  3. Pelayanan harus bersifat publik: kami menentang monopoli pasar lowongan kerja pekerja migran dan eksploitasi dari perantara swasta. Pemerintah harus memperluas kapasitas perawatan jangka panjang dan memasukkan semua perawat migran ke dalam angkatan kerja Perawatan Jangka Panjang.

Kami pikir kebijakan pekerja migran tidak boleh mengorbankan hak-hak dasar pekerja untuk melindungi keuntungan modal. Kami menentang perlakuan berbeda terhadap pekerja dalam kebijakan pekerja migran. Pekerja tidak hanya harus mendapatkan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, mereka juga harus memiliki hak yang sama untuk pekerjaan yang sama. Kami berpendapat bahwa pemerintah harus bertanggung jawab untuk pelayanan publik, dan tidak meninggalkan pekerja migran yang paling tidak beruntung pada dominasi dan eksploitasi mekanisme pasar. Kami menyerukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kebijakan pekerja migran. Perlakukan buruh migran secara setara dan pertahankan martabat buruh!

Buruh Migran harus memiliki kebebasan! Hak harus sama! Layanan harus publik!

共同聲明團體:

台灣移工聯盟MENT(Migrant Empowerment Network in Taiwan)
成員團體:
– 海星國際移工服務中心(Stella Maris)
– 平安基金會所屬勞工關懷中心(PCT. Peace Foundation Labor and Migrant Workers Concern Centre, LCC)
– 天主教會新竹教區移民移工服務中心(Hsinchu Migrants and Immigrants Service Center, HMISC)
– 天主教希望職工中心 (Hope Workers Center, HWC)
– 天主教台灣明愛會(Caritas Taiwan)
– 台灣國際勞工協會(Taiwan International Workers Association, TIWA)
財團法人天主教耶穌會台北新事社會服務中心 / Rerum Novarum Center
桃園市家庭看護工職業工會 / Domestic Caretaker Union (DCU)
Rumahku
1095
越在嘉文化棧Khuôn viên văn hoá Việt Nam
宜蘭縣漁工職業工會Yilan Migrant Fishermen Union
台灣人權促進會 Taiwan Association for Human Rights
桃園市群眾服務協會 Serve the People Association, Taoyuan (SPA)
在台印尼勞工組織 Ikatan Pekerja Indonesia di Taiwan (IPIT)
全國家戶勞動產業工會 National Domestic Workers’ Union
印尼勞工團結組織 Gabungan Tenagakerja bersolidaritas (GANAS Community)
VMWIO天主教新竹教區越南移工移民辦公室Vietnam Migrant Workers and Immigration Office

連署聲援團體:

婦女新知基金會 Awakening Foundation
台灣性別人權協會 Gender/Sexuality Rights Association, Taiwan
臺北市藝術創作者職業工會 TAIPEI ArtCreator Trade Union
境外生權益小組 Taiwan International Student Movement
社團法人台灣綠色公民行動聯盟協會 Green Citizens’ Action Alliance, Taiwan
人權公約施行監督聯盟 / Covenants Watch
環境權保障基金會 Environmental Rights Foundation
桃園市產業總工會 Taoyuan Confederation of Trade Union
台灣非營利組織產業工會 Taiwan Not-for-Profit Organization Industrial Union
台灣青年勞動九五聯盟 Taiwan Youth Labor Union 95
台灣電子電機資訊產業工會 Taiwan industrial union of Electronics, Electrical and Information Technology
行無礙資源推廣協會 Taiwan Access for All Association
台灣鐵路產業工會 Taiwan Railway Union
台灣工作傷害受害人協會 Taiwan Association for Victims of Occupational Injuries
台灣同志諮詢熱線協會 Taiwan Tongzhi (LGBTQ+) Hotline Association
新移民勞動權益促進會 New Immigrant Labor Rights Association
勞動人權協會Labor Rights Association
女性勞動者權益促進會
新活力自立生活協會New Vitality Independent Living Association
台灣高等教育產業工會Taiwan Higher Education Union(THEU)

%d 位部落客按了讚: